Minggu, 15 November 2015

AGAMA-AGAMA BARU DI INDONESIA



 AGAMA-AGAMA BARU DI INDONESIA

                Malam, bahkan malam sekali, pukul 01:00 16, 11, 2015. Aku tertarik pada buku Agama-Agama Baru di Indonesia yang di tulis oleh pak M. Mukhsin Jamil M.A.  Dia sekarang menjabat sebagai dekan Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang, karena dekanku sendiri juga isinya merupakan sumbangan intelektual  yang sangat berharga untuk Indonesia dari almamaterku, maka tidak ada alasan untukku untuk tidak tertarik.
                Di sampul belakang , menjelaskan bahwa karya pak Dekan ingin menunjukkan tesis sekularisasi mengenai kematian agama di era modern tidak terbukti. Malahan sekarang muncul kebangkitan agama-agama dengan berbagai varian ekspresi keagamaan. Banyak kalangan tercengang dengan munculnya berbagai aliran dan gerakan keagamaan yang “bertentangan” dengan ajaran mainstream.
                Dalam konteks Indonesia kontemporer, munculnya aliran dan gerakan keagamaan baru cukup meresahkan masyarakat, lembaga agama/ulama, bahkan merepotkan Negara. Gerakan agama baru ini merupakan tantangan yang sulit di hindari. Aliran dan gerakan lama di haramkan dan di berangus, muncul lagi aliran dan gerakan baru.
                Isi buku ini secara sederhana memetakan bentuk-bentuk  kebangkitan agama di Indonesia dalam tiga kelompok. Pertama, revitalisasi tradisionalisme yang tercermin dalam sufisme kota, Fundamentalisme dan radikalisme islam. Kedua, gerakan sepiritualitas lintas iman yang tercermin  dari fenomena Lia Eden, Brahman Kumar, dan Adnan Asram. Ketiga,  revitalisasi agama local yang tercermin dari fenomena Sunda Wiwitan, Budho Tengger, Samin, dan Subud.
                Bagi siapa yang penasaran dengan merebaknya “agama-agama baru” di Indonesia dengan berbagai varian ekspresi, ajaran, dan sikap pemerintah maupun ulama terhadapnya, maka buku ini merupakan jawabanya.
                Dalam buku ini juga di sampaikan gagasan bagaimana seharusnya  beragama dalam konteks global secara ideal. Pendekatan sosiologis yang di pakai dalam buku ini cukup menggelitik dan merangsang sahwat intelektual  dalam memperkaya wacana keagamaan secara lebih dinamis.
                Dari penyampain yang betul-betul merangsang sahwat intelektual  di  sampul belakang itu, membuatku malam ini harus membaca sekuat mata melek. Kopi, rokok, mi instan menjadi teman yang mengasyikkan. Rokok sigarilos yang besar ini cukup untuk menjadi penghibur dan penghilang rasa kantuk selain kopi hitam.
                 

               

0 komentar:

Posting Komentar