Kebiasaan adalah candu, rutinitas tak lain adalah virus yang terus menggerogoti waktu.
Aku memandangi jalanan yang puluhan tahun tak kunjung berubah. Lebar 3 meter panjangnya tidak ku ukur, tapi ada yang beda dari yang dulu ketika aku memandang dari kaca jendela, pohon yang buahnya sewaktu kecil aku idam-idamkan kini telah mengering, walau hujan juga sering datang. Mungkin pohon itu sudah di panggil oleh Tuhan yang maha pengambil, semoga saja materi terhalus dari pohon yang dulu rindang selalu menyapa Tuhan dan memintakan kecukupan, kesejahteraan, kepandain bagi seluruh penduduk bumi sini.
Sambil melamun sembari menulis, aku teringat tadi pagi saat di kelas 11
lima MAN Lasem, ketika wali kelas mengumumkan yang perlu di umumkan,
ada satu yang menggelitik. "Bapak-bapak, Ibu-Ibu sebelumnya minta maaf,
untuk yang belum melunasi SPP dan uang Sumbangan sampai desember belum
bisa mengambil rapot".
Lontaran dari pak wali kelas tersebut membuatku berfikir panjang, perasaanku mengatakan "pasti ada yang belum lunas Pembayaran SPP di kelas ini, apakah Adikku juga belum lunas?" Muncul pertanyaan dan fikiran yang nglantur ketika aku kaitkan dengan kondisi republik ini. Setelah para orang tua maju silih berganti dan ada yang belum lunas sampai di panggilnya anaknya yang lagi menunggu di luar kelas, di suruh menjelaskan mengenai ke tidak cocokan data. Setelah tiba absen huruf M, di panggillah nama adikku. Aku segera maju ke depan menghampiri pak wali kelas, di suruhnya tanda tangan dan di kasih rapot sambil berkata "sudah lunas Mas". Dari kejadian di kelas tadi menunjukkan pendidikan yang menjadi peran utama untuk membangun bangsa, nyatanya permerintah bisa di bilang tak serius menangani pendidikan di negri ini. Dengan adanya para orang tua yang masih keberatan menyekolahkan anaknya, maka bisa di bilang pemerintah tidak meringankan samasekali biaya pendidikan di negri ini.
Aku bukan orang yang suka mencaci-maki, terlebih bagi negri yang sangat ku cintai ini tapi ketika aku bejalan di trotoar dan masih banyak orang meminta, di sekolah banyak wali murid yang keberatan membayar biaya SPP, di tempat-tempat umum masih banyak tindakan kriminal, mau gimana lagi terpaksa aku mencaci para Elite Negri ini.
Sebagai pemuda, jujur aku tak tega melihat semua itu, namun aku juga membenci diri sendiri lantaran tak bisa membantu dan sedikit meringankan kesakitan bangsaku maka walaupun hanya bisa menulis di Medsos, akan tetap kulakukan.
Mungkin selagi rakyat belum terpenuhi Haknya, masih kurangnya kepdulian pemerintah pada masyarakt, pendidikan yang mahal, kesenjangan yang melebar, kemiskinan yang bertambah, keadilan yang tergadaikan masih tumbuh subur di negri ini maka tak bisa ku pungkiri diriku pribadi BENCI pada para PEMIMPIN di Negri ini.
Lontaran dari pak wali kelas tersebut membuatku berfikir panjang, perasaanku mengatakan "pasti ada yang belum lunas Pembayaran SPP di kelas ini, apakah Adikku juga belum lunas?" Muncul pertanyaan dan fikiran yang nglantur ketika aku kaitkan dengan kondisi republik ini. Setelah para orang tua maju silih berganti dan ada yang belum lunas sampai di panggilnya anaknya yang lagi menunggu di luar kelas, di suruh menjelaskan mengenai ke tidak cocokan data. Setelah tiba absen huruf M, di panggillah nama adikku. Aku segera maju ke depan menghampiri pak wali kelas, di suruhnya tanda tangan dan di kasih rapot sambil berkata "sudah lunas Mas". Dari kejadian di kelas tadi menunjukkan pendidikan yang menjadi peran utama untuk membangun bangsa, nyatanya permerintah bisa di bilang tak serius menangani pendidikan di negri ini. Dengan adanya para orang tua yang masih keberatan menyekolahkan anaknya, maka bisa di bilang pemerintah tidak meringankan samasekali biaya pendidikan di negri ini.
Aku bukan orang yang suka mencaci-maki, terlebih bagi negri yang sangat ku cintai ini tapi ketika aku bejalan di trotoar dan masih banyak orang meminta, di sekolah banyak wali murid yang keberatan membayar biaya SPP, di tempat-tempat umum masih banyak tindakan kriminal, mau gimana lagi terpaksa aku mencaci para Elite Negri ini.
Sebagai pemuda, jujur aku tak tega melihat semua itu, namun aku juga membenci diri sendiri lantaran tak bisa membantu dan sedikit meringankan kesakitan bangsaku maka walaupun hanya bisa menulis di Medsos, akan tetap kulakukan.
Mungkin selagi rakyat belum terpenuhi Haknya, masih kurangnya kepdulian pemerintah pada masyarakt, pendidikan yang mahal, kesenjangan yang melebar, kemiskinan yang bertambah, keadilan yang tergadaikan masih tumbuh subur di negri ini maka tak bisa ku pungkiri diriku pribadi BENCI pada para PEMIMPIN di Negri ini.
0 komentar:
Posting Komentar