KRITIK DIRI AKU dan KAMU
Pelan-pelan saja…….
Apa yang aku dan kamu ketahui?
Apa yang kita ketahui?
“Adakalanya prasangka kita sangat besar lalu menyimpulkan
sesuatu yang kita belum tahu kebenaranya, sehingga itu bisa menutupi akal sehat.”
Dahulu, bahkan jauh sebelum masehi. Gorgias, tokoh terkemuka
kaum sophis menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang di sebut realitas.
Seandainya pun ada, kita tidak bisa mengetahui dan mengkomunikasikan tentang
pengetahuan realitas itu. Pandangan Gorgias di atas dalam filsafat di sebut
sekeptisisme
Al Ghazali, pemikir besar islam saat masih muda juga
mempunyai sikap skeptis. Namun skeptis Ghazali berbeda dengan model skeptis
Gorgias yang berujung pada relativisme bahkan nihilisme. Skeptis Ghazali lebih
mirip dengan skeptis Rene Descart yang di sebut skeptis metodis. Dalam skeptis
metodis, keraguan di jadikan alat untuk mencapai realitas.
Keraguan dan realitas
Kita sebagai mahluk tidak sempurna sering menjawab keraguan
yang muncul dengan sebuah prasangka. Jika dalam keadaan sadar, kita akan tahu bahwa prasangka itu belum
tentu kebenaranya. Akan tetapi kita merasa prasangka yang datang itu sebuah kebenaran.
Bisa di mungkinkan ketika kita menganggap prasangka itu
benar adalah karena prasangka itu muncul dari sebab-sebab yang sudah kita
tangkap melalu panca indra. Padehal jika melihat pengertian di awal, realitas
adalah sesuatu yang sulit di mengerti dan pahami.
Indra, akal, intuisi, maupun wahyu adalah sumber pengetahuan
kita. Indra bagi sudut pandang empirisme dan positivisme adalah sumber
pengetahuan yang mutlak, tetapi meminjam
pengertian Ghazali lagi, indra memiliki berbagai kelemahan dan keterbatasan
yang bisa menipu kita.
Sebenarnya akal bisa menutupi kelemahan dan keterbatasan
indra karna itulah jika manusia menggunakan akal maka di sebut sebagai mahluk
ciptaan tuhan paling sempurna di antara yang lainya. Sebagaimana indera,
akalpun dapat melakukan berbagai kesalahan. Kesalahan yang di buat akal
ternyata bersumber pada prasangka dan khayalan.
Lebih menarik lagi jika kita membaca cerpen Gus Mus (KH
Musthofa Bisri) Rembang yang berjudul Gus Ja’far. Cerpen yang menceritakan Gus
Ja’far sebagai tokoh yang mempunyai kelebihan melihat rahasia orang lain ternyata takluk pada kiyai Tawakal yang di
keningnya terdapat tanda ahli neraka.
“Kau harus berhati-hati kalau mendapat cobaan dari allah
berupa anugrah,
Cobaan berupa anugrah tidak kalah gawatnya di banding cobaan
penderitaan” kata kiyai tawakal pada Gus Ja’far.
Berkat penyampaian
pemahaman kiyai Tawakal tentang sulitnya memahami realitas tersebut
menjadikan Gus Ja’far berhenti membaca rahasia orang.
Masih ingin berprasangka?
Iya,,, gak papa. Allah menganjurkan kita untuk berprasangka
baik pada sesama manusia. Belum tentu, apa yang kita prasangkakan buruk itu
buruk ataupun sebaliknya. Tetapi dengan berprasangka baik akan membuat kita
lebih baik karna melaksanakan anjuranya.
13, 3, 2016.
0 komentar:
Posting Komentar