Senin, 14 Maret 2016

KRITIK DIRI AKU dan KAMU



KRITIK DIRI AKU dan KAMU

Pelan-pelan saja…….
Apa yang aku dan kamu ketahui?
Apa yang kita ketahui?
“Adakalanya prasangka kita sangat besar lalu menyimpulkan sesuatu yang kita belum tahu kebenaranya, sehingga itu bisa menutupi akal sehat.”
Dahulu, bahkan jauh sebelum masehi. Gorgias, tokoh terkemuka kaum sophis menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang di sebut realitas. Seandainya pun ada, kita tidak bisa mengetahui dan mengkomunikasikan tentang pengetahuan realitas itu. Pandangan Gorgias di atas dalam filsafat di sebut sekeptisisme
Al Ghazali, pemikir besar islam saat masih muda juga mempunyai sikap skeptis. Namun skeptis Ghazali berbeda dengan model skeptis Gorgias yang berujung pada relativisme bahkan nihilisme. Skeptis Ghazali lebih mirip dengan skeptis Rene Descart yang di sebut skeptis metodis. Dalam skeptis metodis, keraguan di jadikan alat untuk mencapai realitas.
Keraguan dan realitas
Kita sebagai mahluk tidak sempurna sering menjawab keraguan yang muncul dengan sebuah prasangka. Jika dalam keadaan sadar,   kita akan tahu bahwa prasangka itu belum tentu kebenaranya. Akan tetapi kita merasa prasangka yang datang itu  sebuah kebenaran.
Bisa di mungkinkan ketika kita menganggap prasangka itu benar adalah karena prasangka itu muncul dari sebab-sebab yang sudah kita tangkap melalu panca indra. Padehal jika melihat pengertian di awal, realitas adalah sesuatu yang sulit di mengerti dan pahami.
Indra, akal, intuisi, maupun wahyu adalah sumber pengetahuan kita. Indra bagi sudut pandang empirisme dan positivisme adalah sumber pengetahuan yang mutlak,  tetapi meminjam pengertian Ghazali lagi, indra memiliki berbagai kelemahan dan keterbatasan yang bisa menipu kita.
Sebenarnya akal bisa menutupi kelemahan dan keterbatasan indra karna itulah jika manusia menggunakan akal maka di sebut sebagai mahluk ciptaan tuhan paling sempurna di antara yang lainya. Sebagaimana indera, akalpun dapat melakukan berbagai kesalahan. Kesalahan yang di buat akal ternyata bersumber pada prasangka dan khayalan.
Lebih menarik lagi jika kita membaca cerpen Gus Mus (KH Musthofa Bisri) Rembang yang berjudul Gus Ja’far. Cerpen yang menceritakan Gus Ja’far sebagai tokoh yang mempunyai kelebihan melihat rahasia orang lain  ternyata takluk pada kiyai Tawakal yang di keningnya terdapat tanda ahli neraka.

“Kau harus berhati-hati kalau mendapat cobaan dari allah berupa anugrah,
Cobaan berupa anugrah tidak kalah gawatnya di banding cobaan penderitaan” kata kiyai tawakal pada Gus Ja’far.
Berkat penyampaian  pemahaman kiyai Tawakal tentang sulitnya memahami realitas tersebut menjadikan Gus Ja’far berhenti membaca rahasia orang. 
Masih ingin berprasangka?
Iya,,, gak papa. Allah menganjurkan kita untuk berprasangka baik pada sesama manusia. Belum tentu, apa yang kita prasangkakan buruk itu buruk ataupun sebaliknya. Tetapi dengan berprasangka baik akan membuat kita lebih baik karna melaksanakan anjuranya.

13, 3, 2016.

0 komentar:

Posting Komentar