BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Secara sederhana sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menggambarkan
tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan, serta berbagai
gejala sosial lainnya yang saling berhubungan. Dengan ilmu ini suatu fenomena
dapat dianalisa dengan menghadirkan faktor-faktor yang mendorong terjadinya
hubungan tersebut, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari
terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyaknya bidang kajian
agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan lengkap apabila
menggunakan jasa dan bantuan sosiologi.
Disinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran
agama.
Kesolidan sebuah agama tidak semata
hanya melintas dalam hal ritualitas,namun Ukhuwah diniyah menjadi tolak
ukur sebuah Agama yang solid.Dalam relita di masyarakat islam,klaim kebenaran
dari satu sisi menjadikan konflik internal dalam diri islam.Dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang cinta akan islam yang tidak hanya besifat normatif
(wahyu illahi) belaka,serta didukung alasan-alasan yang bersifat
rasional,kultural dan tepat di masyarakat,maka studi islam yang komprehensif
sangat dibutuhkan.Dalam hal ini islam sangat menjunjung tinggi aspek
sosial,termasuk dalam pendekatan guna mengkaji islam itu sendiri.
Maka dari itu,pemahaman religius
dapat diperoleh dengan cara Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam yang akan
dibahas dalam makalah ini.
B.Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan pendekatan Sosiologi?
2.
Bagaimana
karakteristik pendekatan sosiologis dalam studi islam?
3.
Bagaimana
kontribusi pendekatan sosiologis dalam studi islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pendekatan Sosiologis
A.1 Pengertian
Secara
etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari
kata “socius” yang berarti teman, dan “logos” yang berarti
berkata atau berbicara tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat[1]. Ungkapan
ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul
"Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857).
Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal
sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Secara terminologi, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk
perubahan-perubahan sosial[2]. Adapun
objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara
manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan daya kemampuan manusia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Sementara itu Sourjono
Soekamto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
membatasi diri terhadap persoalan penilaian.
Sedangkan yang dimaksud
dengan pendekatan
adalah paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Untuk menghasilkan suatu teori tentulah melalui pendekatan-pendekatan,
demikian halnya dengan teori-teori sosiologi. Ada tiga
pendekatan utama sosiologi, yaitu :
- Pendekatan struktural – fungsional.
- Pendekatan konflik (marxien).
- Pendekatan interaksionisme – simbolis[3].
Pendekatan struktural – fungsional terkenal pada akhir 1930-an, dan
mengandung pandangan makroskopis terhadap masyarakat. Walaupun pendekatan ini
bersumber pada sosiolog-sosiolog Eropa seperti Max Webber, Emile Durkheim, Vill
Predo Hareto, dan beberapa antropolog sosial Inggris, namun yang pertama
mengemukakan rumusan sistematis mengenai teori ini adalah Halcot Parsons, dari
Harvard. Teori ini kemudian dikembangkan oleh para mahasiswa Parson, dan para
murid mahasiswa tersebut, terutama di Amerika. Pendekatan ini didasarkan pada
dua asumsi dasar yaitu :
- Masyarakat terbentuk atas substruktur-substruktur yang dalam fungsi-fungsi mereka masing-masing, saling bergantung, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam fungsi satu sub-struktur dengan sendirinya akan tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur-struktur lainnya pula. Karena itu, tugas analisis sosiologis adalah menyelidiki mengapa yang satu mempengaruhi yang lain, dan sampai sejauh mana.
- Setiap struktur berfungsi sebagai penopang aktivitas-aktivitas atau substruktur-substruktur lainnya dalam suatu sistem sosial. Contoh-contoh sub-struktur ini dalam masyarakat adalah keluarga, perekonomian, politik, agama, pendidikan, rekreasi, hukum dan pranata-pranata mapan lainnya.
Adapun pendekatan marxien atau pendekatan konflik merupakan
pendekatan alternatif paling menonjol saat ini terhadap pendekatan
struktural-struktural sosial makro. Karl Marx (1818-1883) adalah tokoh yang
sangat terkenal sebagai pencetus gerakan sosialis internasional. Meskipun
sebagian besar tulisannya ia tujukan untuk mengembangkan sayap gerakan ini,
tetapi banyak asumsinya yang dalam pengertian modern diakui sebagai bersifat
sosiologis[4].Namun
para pengikut sosiologi Marx menggunakan pedoman-pedoman sosiologis dan ideologisnya
Marx secara sangat eksplisit, sedangkan prasangka idiologis hanya secara
implisit terdapat dalam tulisan-tulisan para penganut pendekatan
struksional-fungsional.
Sedangkan pendekatan intraksionalisme-simbolis merupakan sebuah
perspektif mikro dalam sosiologi, yang barang kali sangat spekulatif pada
tahapan analisisnya sekarang ini. Tetapi pendekatan ini mengandung sedikit
sekali prasangka idiologis, walaupun meminjam banyak dari lingkungan barat tempat
dibinanya pendekatan ini[5].
Pendekatan intraksionisme simbolis lebih sering disebut pendekatan
intraksionis saja, bertolak dari interaksi sosial pada tingkat paling minimal.
Dari tingkat mikro ini ia diharapkan memperluas cakupan analisisnya guna
menangkap keseluruhan masyarakat sebagai penentu proses dari banyak interaksi.
Manusia dipandang mempelajari situasi-situasi transaksi-transaksi politis dan
ekonomis, situasi-situasi di dalam dan di luar keluarga, situasi-situasi
permainan dan pendidikan, situasi-situasi organisasi formal dan informal dan
seterusnya.
Dalam Sub-disiplin ilmu
sosiologi,sosiologi agama masuk didalamnya,karena agama tidak lepas dari
aktivitas sosial masyarakat.Berikut sub-disiplin ilmu sosiologi[6],
1.
Kriminologi
2.
Sosiologi
sejarah
3.
Geografi
manusia
4.
Sosiologi industri,
5.
Sosiologi
politik,
6.
Sosiologi
pedesaan
7.
Sosiologi
kota,
8.
Sosiologi
agama.
A.2
Sosiologi Agama
Sosiologi
agama adalah
melibatkan analisa sistimatik mengenai fenomena agama dengan menggunakan konsep
dan metode sosiologi. Institusi agama dikaji sedemikian rupa, dan struktur
serta prosesnya dianalisa, dan begitu juga hubungannya dengan institusi yang
lain, perkembangan, penyebaran dan jatuhnya agama dikaji untuk tujuan prinsip
umum yang dapat diperoleh darinya. Metode pengendalian sosial melalui aktivitas
agama dititikberatkan, seperti halnya aspek psikologi sosial mengenai tingkah
laku kolektif dalam hubungannya dengan fungsi agama. Ajaran agama dianalisa
dalam hubungan dengan struktur sosial.
Disamping
sub-disiplin sosiologi tersebut di atas, juga ada disiplin sosiologi pendidikan
dan pengetahuan.
B.
Karakteristik Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
B.1 Empat perspektif sebagai
landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat.
Dalam
displin ilmu sosiologi agama, terutama islam terdapat berbagai logika teoritis
(pendekatan) yang dikembangkan sebagai perspektif utama sosiologi yang
seringkali digunakan sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di
masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif fungsionalis,
pertukaran, interaksionisme-simbolik, konflik, teori penyadaran dan
ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik
sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam
melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling
bertentangan. Pembahasan berikut ini akan memaparkan bagaimana keempat
perspektif tersebut dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat,
1. Fungsionalisme
Teori
fungsionalisme disebut juga teori strukturalisme fungsional.Islam hadir sebagai
agama yang berfungsi dan bertujuan membenarkan akidah masyarakat yang buta akan
kehidupan spiritual yang sesuai dengan kultur masyarakat sekitar.Durkheim
tertarik kepada unsur-unsur solidaritas masyarakat. Dia mencari prinsip yang
mempertalikan anggota masyarakat. Ia menyatakan agama harus mempunyai fungsi,
agama bukan ilusi, tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan
mempunyai kepentingan sosial, bagi Durkheim agama memainkan peranan yang
fungsional, karena agama adalah prinsip solidaritas masyarakat.Pernyataan E.Durkheim
diatas sangatlah cocok dan menggambarkan islamsebagai agama yang dinamis di
masyarakat.
2. Konflik
(marxien)
Tidak ada seorang sosiolog pun yang
menyangkal bahwa perspektif konflik dalam kajian sosiologi bersumber pada
ide-ide yang dilontarkan oleh Kal Marx seputar masalah perjuangan kelas.
Kemudian diikuti tokoh-tokoh lain yang ikut memberikan kontribusi besar dalam
membangun atau memantapkan teori konflik antara lain Charles Darwin, Vifredo
Pareto dan Ralf Dahredorf. Kata konflik diartikan sebagai percekcokan,
perselisihan atau pertentangan, teori konflik ini mengasumsikan bahwa
masyarakat terdiri dari kelompok yang memiliki kepentingan satu sama lain.
Mereka selalu bersaing untuk mewujudkan hasrat dan kepentingan mereka. Sehingga
seringkali bermuara pada terjadinya konflik antara satu komunitas masyarakat
dengan komunitas lain.Berlawanan dengan perspektif fungsional yang melihat
keadaan normal masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang mantap, para penganut
perspektif konflik berpandangan bahwa masyarakat berada dalam konflik dan
pertentangan dipandang sebagai determinan utama alam pengorganisasian kehidupan
sosial sehingga struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya
yang dilakukan berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya
yang terbatas yang akan memenuhi kebutuhan.mereka .
Menurut Lewis Coser, ketika terjadi konflik antara satu komunitas dengan komunitas lain, hubungan di antara anggota komunitas cenderung integratif, sekalipun sebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika tidak ada konflik antar komunitas, terdapat kecenderungan diistegrasi. Tidak ada rasa senasib, rasa bersama, dan solidaritas antar anggota.
3Interaksionisme Simbolik
Menurut Lewis Coser, ketika terjadi konflik antara satu komunitas dengan komunitas lain, hubungan di antara anggota komunitas cenderung integratif, sekalipun sebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika tidak ada konflik antar komunitas, terdapat kecenderungan diistegrasi. Tidak ada rasa senasib, rasa bersama, dan solidaritas antar anggota.
3Interaksionisme Simbolik
Manusia pada intinya senang dengan
simbol-simbol. Bila di suatu tempat tumbuh dan berkembang komunitas, pada saat
yang sama akan tumbuh simbol-simbol yang dipahami bersama. Simbol diwujudkan
dalam bentuk bahasa baik verbal maupun isyarat, budaya, seni dan lain-lain.
Ritus keagamaan dalam perspektif ini dipandang sebagai simbol yang menjadi
ciri.Masing-masing komunitas memiliki perangkat simbol. Karena itu, antara
suatu komunitas dengan komunitas lain atau antara anggota komunitas dengan
anggota lainnya akan terjadi interaksi, satu sama lain menunjukkan simbol yang
mereka miliki. Karena itu, perspektif ini disebut interaksionisme simbolik.
Struktur dan realitas sosial terbentuk akibat adanya interaksi simbol.
Cara-cara keberagamaan seseorang terbentuk akibat interaksi simbol.
4. Pertukaran
4. Pertukaran
Salah
satu yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial keagamaan, seperti
perubahan dan perilaku sosial ialah teori pertukaran. Menurut teori pertukaran
tiada lain ialah melakukan pertukaran yang saling menguntungkan satu sama lain.
Menurut perspektif pertukaran, manusia selalu melakukan transaksi sosial yang
saling menguntungkan
Teori
pertukaran dapat dijadikan pendekatan untuk menganalisis realitas dan perubahan
sosial. Keberadaan suatu komunitas dalam berhubungan dengan komunitas lain atau
hubungan antara dalam suatu komunitas akan berlangsung sampai pada suatu titik
dimana satu sama lain merasa puas. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam
sebuah komunitas muslim dapat dipandang dari perspektif pertukaran.
B.2 Tokoh
Sosiolog dalam Islam
Menurut
Akbar S.Ahmad tokoh-tokoh sosiologi dalam dunia Islam telah tumbuh dengan pesat
jauh sebelum tokoh-tokoh dari barat muncul, seperti seorang tokoh muslim Abu
Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni al-Khawarizmi. Ilmuwan besar ini dilahirkan
di Khawarizmi, Turkmenista, Dzulhijjah 362 H/ September 973 M. Ia tidak
hanya menulis buku tentang sosiologi dan antropologi saja akan tetapi ia
menguasai ilmu sejarah, matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu
bahasa, geografi dan filsafat. Dia adalah seorang yang terkenal banyak
mengarang dan menerjemahkan karya-karya tentang kebudayaan India kedalam bahasa
Arab[7].
1.Ibnu
Khaldun
Ibnu Khaldun[8]
menghimpun aliran sosiologi dalam Mukaddimah. Cakrawala pemikiran Ibnu
Khaldun sangat luas, dia dapat memahami masyarakat dalam segala totalitasnya,
dan dia menunjukkan segala fenomena untuk bahan studinya. Dia juga mencoba
untuk memahami gejala-gejala itu dan menjelaskan hubungan kausalitas di bawah
sorotan sinar sejarah. Kemudian dia mensistematik proses peristiwa-peristiwa
dan kaitannya dalam suatu kaidah sosial yang umum.
Keunggulan Mukaddimah ditemukan dalam beberapa hal yaitu :
- Pada falsafah sejarah. Penemuan ini telah memberi pengertian tentang pemahaman yang baru mengenai sejarah, yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu dan memiliki filsafat.
- Metodologi sejarah. Ibnu Khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik, oleh karena epistimologinya adalah observasi
- Dialah penggagas ilmu peradaban atau filsafat sosial, pokok bahasannya ialah kesejahteraan masyarakat manusia dan kesejahteraan sosial. Ibnu Khaldun memandang ilmu peradaban adalah ilmu baru, luar biasa dan banyak faedahnya. Ilmu baru ini, yang diciptakan oleh Ibnu Khaldun memiliki arti yang besar. Menurutnya ilmu ini adalah kaidah-kaidah untuk memisahkan yang benar dari yang salah dalam penyajian fakta, menunjukkan yang mungkin dan yang mustahil.
Ibnu Khaldun membagi topik ke dalam 6 pasal besar yaitu :
a. Tentang masyarakat manusia setara keseluruhan dan
jenis-jenisnya dalam perimbangannya dengan bumi; “ilmu sosiologi umum”.
b. Tentang masyarakat pengembara dengan menyebut
kabilah-kabilah dan etnis yang biadab; “sosiologi pedesaan”.
c.
Tentang negara, khilafat dan pergantian sultan-sultan; “sosiologi politik”.
d.
Tentang masyarakat menetap, negeri-negeri dan kota; “sosiologi kota”.
e.
Tentang pertukangan, kehidupan, penghasilan dan aspek-aspeknya; “sosiologi
industri”.
f. Tentang ilmu pengetahuan, cara
memperolehnya dan mengajarkannya; “sosiologi pendidikan”[9].
Ibnu Khaldun, pemikiran
dan teori-teori politiknya yang sangat maju telah mempengaruhi karya-karya para
pemikir politik terkemuka sesudahnya seperti Machiavelli dan Vico. Dia mampu
menembus ke dalam fenomena sosial sebagai filsuf dan ahli ekonomi yang dalam
ilmunya. Dia juga peletak dasar ilmu sosiologi dan politik melalui karya magnum
opus-nya, Al-Muqaddimah.
Adapun teori yang dikemukakan Ibnu Khaldun dikenal orang dengan teori
disintegrasi (ancaman perpecahan suatu masyarakat/bangsa). Dia menulis soal itu
lantaran melihat secara faktual ancaman disintegrasi akan membayangi dan
mengintai umat manusia bila mengabaikan dimensi stabilitas sosial dan politik
dalam masyarakatnya. Setidaknya, berkat dialah dasar-dasar ilmu sosiologi
politik dan filsafat dibangun. Tidak heran jika warisannya itu banyak
diterjemahkan keberbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
2.Al-Biruni
Dalam ekspedisinya,al-Biruni tidak menyia-nyiakan kesempatan beberapa
ekspedisi militer ke India bersama sultan Mahmoud Gezna. Dia pergunakan
lawatannya tersebut dengan melakukan penelitian seputar adat istiadat, agama
dan kepercayaan masyarakat India. Selain itu, dia juga belajar filsafat Hindu
pada sarjana setempat. Jerih payahnya inilah menghasilkan karya besar berjudul
Tarikh al-Hindi (sejarah India) tahun 1030 M.
Menurut sumber-sumber otentik, karya al-Biruni lebih dari 200 buah, namun
hanya sekitar 180 saja yang diketahui dan terlacak.beberapa diantara bukunya
terbilang sebagai karya monumental. Selain yang telah tersebut di atas .
Seperti buku al-Atsar al-Baqiyah ‘an al-Qurun al-Khaliyah (peninggalan
bangsa-bangsa kuno) yang ditulisnya pada 998 M, ketika dia merantau ke-Jurjan,
daerah tenggara laut Kaspia. Dalam karyanya tersebut, al-Biruni antara lain
mengupas sekitar upacara-upacara ritual, pesta dan festival bangsa-bangsa
kuno[10].
3.Ali Syari’ati
Ali Syari’ati merupakan salah satu tokoh sosiologi, yang menyatukan ide dan
praktik yang menjelma dalam revolusi Islam Iran. Kekuatan idenya itulah yang
menggerakkan pemimpin spiritual Iran, Ali Khomeini memimpin gerakan masa yang
melahirkan Republik Islam Iran pada tahun 1979. Meski buah pikirannya, saham
pemikir besar ini dinilai sangat berharga bagi percaturan Islam dikemudian
hari. Ali Syari’ati di lahirkan di Khurasan, Iran 24 November 1933.Sebagai sang sosiolog yang tertarik pada dialektis antara
teori dan praktik : antara ide dan kekuatan-kekuatan sosial dan antara
kesadaran dan eksistensi kemanusiaan. Dua tahun sebelum revolusi Iran-
Syari’ati telah menulis beberapa buku, diantaranya : Marxisme and other
western Fallacies, On the Sociology of Islam, Al-Ummah wa Al-Imamah, Intizar
Madab I’tiraz dan Role of Intellectual in Society.
4.Ibnu Batutah
Selanjutnya Ibnu Batutah, adapun karyanya yang berjudul Tuhfah
al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa Ajaib al-Asfar (persembahan seorang
pengamat tentang kota-kota asing dan perjalanan yang mengagumkan)
C. Kontribusi Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
Pendekatan sosiologi dalam studi Islam, kegunaannya sebagai metodologi
untuk memahami corak dan stratifikasi dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu
dalam dunia ilmu pengetahuan, makna dari istilah pendekatan sama dengan
metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat atau memperlakukan sesuatu
yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji.Selain itu, makna metodologi
juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk memperlakukan penelitian
atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan sesuatu
permasalahan atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan
tersebut.
Kegunaan yang berkelanjutan ini adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah
keyakinan-keyakinan ke-Islaman yang dimiliki oleh kelompok masyarakat tersebut
sesuai dengan ajaran agama Islam tanpa menimbulkan gejolak dan tantangan antara
sesama kelompok masyarakat. Seterusnya melalui pendekatan sosiologi ini dalam
studi Islam, diharapkan pemeluk agama Islam dapat lebih toleran terhadap
berbagai aspek perbedaan budaya lokal dengan ajaran agama Islam itu sendiri.
Melalui pendekatan sosiologi sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan
jelas hubungan agama Islam dengan berbagai masalah sosial dalam kehidupan
kelompok masyarakat, dan dengan itu pula agama Islam terlihat akrab fungsional
dengan berbagai fenomena kehidupan sosial masyarakat.
Pendekatan sosiologi seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak hal yang
dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan
sosiologi. Misalnya; fungsi kata permintaan maaf pada masyarakat yang kerap
terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diselesaikan dengan pendekatan
sosiologi. Dengan demikian pendekatan sosiologi sangat dibutuhkan dalam
memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan
informasi yang dapat dijelaskan dengan bantuan ilmu sosiologi dan
cabang-cabangnya.
Dari sisi lain terdapat pula signifikasi pendekatan Islam dalam sosiologi,
salah satunya adalah dapat memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan
ibadah dan muamalat. Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami
agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan
masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini,
selanjutnya mendorong agamawan memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat
memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam alternatif. Jalaluddin
Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini
adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan.Sebagai
berikut. :
Pertama dalam al-Qur’an atau
kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan
urusan muamalah. Sedangkan menurut Ayatullah Khoemeini dalam bukunya al-Hukumah
al-Islamiyah yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat dikemukakan bahwa
perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan
sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya untuk satu ayat ibadah, ada
seratus ayat muamalah ( masalah sosial).
Kedua bahwa ditekankannya
masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila
urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka
ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan) melainkan tetap
dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga bahwa ibadah yang
mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah yang bersifat
perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih
tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian dengan ukuran satu
berbanding dua puluh tujuh derajat.
Keempat dalam Islam terdapat
ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena
melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan misalnya,
maka jalan keluarnya ; dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi
orang miskin.
Kelima dalam Islam terdapat
ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih
besar dari pada ibadah sunnah[11]. Demikian
sebaliknya sosiologi memiliki kontribusi dalam bidang kemasyarakatan terutama
bagi orang yang berbuat amal baik akan mendapatkan status sosial yang lebih
tinggi ditengah-tengah masyarakat, secara langsung hal ini berhubungan dengan
sosiologi.
Berdasarkan pemahaman kelima alasan diatas, maka melalui pendekatan
sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri
diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai
ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab
yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang
menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu hanya baru dapat dijelaskan
apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada ajaran agama itu
diturunkan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Bila
dialihkan perhatian, dari masyarakat barat pada umumnya, ke masyarakat muslim
atau wilayah yang berkebudayaan Islam pada khususnya, maka akan terlihat bahwa
studi sistematis mengenai Islam merupakan suatu bidang yang benar-benar tidak
diperdulikan dalam sosiologi. Nyaris tidak satu pun studi sosiologis tentang
Islam dan masyarakat-masyarakat muslim.
Beberapa
objek pendekatan sosiologi yang digunakan oleh para sosiolog ternyata
menghasilkan cara untuk memahami agama dengan mudah. Selain itu memang menurut
beberapa sosiolog dan ahli metodologi studi-studi ke-Islaman bahwa agama Islam
itu sendiri sangat mementingkan peranan aspek sosial dalam kehidupan beragama.
Karena objek
sosiologi adalah masyarakat, maka ilmu ini sangat cepat berkembang dan
bercabang kepada bidang-bidang keilmuan lainnya, sosiologi hukum, sosiologi
perkotaan, sosiologi pedesaan, sastra dan lain sebagainya, dan tidak menutup
kemungkinan bahwa cabang-cabang sosiologi akan bertambah.
Kajian-kajian
ke-Islaman yang menggunakan pendekatan sosiologi sangat menarik dan lebih dapat
mendekatkan pemahaman terhadap universalitas ajaran Islam itu sendiri. Tetapi
kajian-kajian tersebut masih membutuhkan uluran tangan sarjana-sarjana Islam
untuk mengembangkannya.
Objek
bahasan pendekatan sosiologi dalam studi Islam seperti dalam pembahasan makalah
ini, terdapat tiga pendekatan utama sosiologi, yaitu : 1) pendekatan
struktural–fungsional, 2) pendekatan konflik atau marxien dan 3)
pendekatan interaksionisme–simbolis.
B.Kritik dan Saran
Penulis
menyadari bahwasannya makalah ini jauh dari kata sempurna.Oleh kerena
itu,kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diperlukan oleh penulis
untuk karya selanjutnya.Semoga bermanfaat bagi kita semua.Amiin
DAFTAR PUSTAKA
Ali,A. Mukti.1970.Ibnu Khaldun dan Asal-usul Sosiolog
.Yogyakarta: Yayasan Nida.
Ba-Yunus, Ilyas, Farid
Ahmad.1996.Islamic Sosiology; An Introduction. terj. Hamid Basyaib. Bandung:
Mizan.
MGMP, Tim. Sosiologi
SUMUT.1999. Sosiologi. Medan : Kurnia.
Soekanto,
Soerjono.1987.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali.
Syani,Abdul. 1995.Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat.Lampung:Pustaka Jaya.
[1] Abdul Syani, Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat (Lampung:Pustaka
Jaya, 1995) hlm.2
[2] Tim MGMP, Sosiologi SUMUT, Sosiologi (Meda :Kurnia, 1999) hlm.3
[3] Ilyas Ba-Yunus Farid Ahmad, Islamic Sosiology; An Introduction, terj.
Hamid Basyaib, (Bandung: Mizan, 1996), hlm.20-24
[4] Ibid,hlm.22
[5] Ibid,hlm.25
[6] Joseph Roucek dan Rolan Werren, Sosiologi An Introduction, terj.
Sehat Simamora, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984), h. 253.
[7] Abu al-Futuh Muhammad al-Jawanisi, Abu Raihan Muhammad Ibnu Ahmad
al-Biruni, al-Majlis a’la li al-Syu’al-Islamiyah, (Kairo : 1967),hlm.24.
[8] Ia lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H (27 Mei 1332 M). Dia
adalah Wali al Din Abd Rahman, anak Muhammad, anak Muhammad, anak Muhammad,
anak al Hasan, anak Jabir, anak Muhammad, anak Ibrahim, anak Abd al Rahman Ibn
Khaldun, A. Mukti Ali, Ibnu Khaldun dan Asal-usul Sosiolog (Yogyakarta:
Yayasan Nida, 1970),hlm.12
[9] Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu),1997,hlm.60
[10] Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam,(Bandung: Mizan)hlm.69.
[11] Hussein Bahreisi, Hadits Bukhari-Muslim,(Surabaya:Karya Utama,
tth),hlm.160
0 komentar:
Posting Komentar