Kamis, 05 November 2015

makalah pengantar study islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
            Secara sederhana sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan, serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berhubungan. Dengan ilmu ini suatu fenomena dapat dianalisa dengan menghadirkan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan tersebut, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyaknya bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan lengkap apabila menggunakan jasa dan bantuan sosiologi. Disinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
            Kesolidan sebuah agama tidak semata hanya melintas dalam hal ritualitas,namun Ukhuwah diniyah menjadi tolak ukur sebuah Agama yang solid.Dalam relita di masyarakat islam,klaim kebenaran dari satu sisi menjadikan konflik internal dalam diri islam.Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang cinta akan islam yang tidak hanya besifat normatif (wahyu illahi) belaka,serta didukung alasan-alasan yang bersifat rasional,kultural dan tepat di masyarakat,maka studi islam yang komprehensif sangat dibutuhkan.Dalam hal ini islam sangat menjunjung tinggi aspek sosial,termasuk dalam pendekatan guna mengkaji islam itu sendiri.
            Maka dari itu,pemahaman religius dapat diperoleh dengan cara Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam yang akan dibahas dalam makalah ini.

B.Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan Sosiologi?
2.      Bagaimana karakteristik pendekatan sosiologis dalam studi islam?
3.      Bagaimana kontribusi pendekatan sosiologis dalam studi islam?






BAB II
PEMBAHASAN
A.Pendekatan Sosiologis
A.1 Pengertian
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri  dari kata “socius” yang berarti teman, dan “logos” yang berarti berkata atau berbicara tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat[1]. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial[2]. Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan daya kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Sementara itu Sourjono Soekamto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.
 Sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan adalah  paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Untuk menghasilkan suatu teori tentulah melalui pendekatan-pendekatan, demikian  halnya  dengan  teori-teori sosiologi. Ada tiga pendekatan utama sosiologi, yaitu :
  1. Pendekatan struktural – fungsional.
  2. Pendekatan konflik (marxien).
  3. Pendekatan interaksionisme – simbolis[3].
Pendekatan struktural – fungsional terkenal pada akhir 1930-an, dan mengandung pandangan makroskopis terhadap masyarakat. Walaupun pendekatan ini bersumber pada sosiolog-sosiolog Eropa seperti Max Webber, Emile Durkheim, Vill Predo Hareto, dan beberapa antropolog sosial Inggris, namun yang pertama mengemukakan rumusan sistematis mengenai teori ini adalah Halcot Parsons, dari Harvard. Teori ini kemudian dikembangkan oleh para mahasiswa Parson, dan para murid mahasiswa tersebut, terutama di Amerika. Pendekatan ini didasarkan pada dua asumsi dasar yaitu :
  1. Masyarakat terbentuk atas substruktur-substruktur yang dalam fungsi-fungsi mereka masing-masing, saling bergantung, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam fungsi satu sub-struktur dengan sendirinya akan tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur-struktur lainnya pula. Karena itu, tugas analisis sosiologis adalah menyelidiki mengapa yang satu mempengaruhi yang lain, dan sampai sejauh mana.
  2. Setiap struktur berfungsi sebagai penopang aktivitas-aktivitas atau substruktur-substruktur lainnya dalam suatu sistem sosial. Contoh-contoh sub-struktur ini dalam masyarakat adalah keluarga, perekonomian, politik, agama, pendidikan, rekreasi, hukum dan pranata-pranata mapan lainnya.
Adapun pendekatan marxien atau pendekatan konflik merupakan pendekatan alternatif paling menonjol saat ini terhadap pendekatan struktural-struktural sosial makro. Karl Marx (1818-1883) adalah tokoh yang sangat terkenal sebagai pencetus gerakan sosialis internasional. Meskipun sebagian besar tulisannya ia tujukan untuk mengembangkan sayap gerakan ini, tetapi banyak asumsinya yang dalam pengertian modern diakui sebagai bersifat sosiologis[4].Namun para pengikut sosiologi Marx menggunakan pedoman-pedoman sosiologis dan ideologisnya Marx secara sangat eksplisit, sedangkan prasangka idiologis hanya secara implisit terdapat dalam tulisan-tulisan para penganut pendekatan struksional-fungsional.
Sedangkan pendekatan intraksionalisme-simbolis merupakan sebuah perspektif mikro dalam sosiologi, yang barang kali sangat spekulatif pada tahapan analisisnya sekarang ini. Tetapi pendekatan ini mengandung sedikit sekali prasangka idiologis, walaupun meminjam banyak dari lingkungan barat tempat dibinanya pendekatan ini[5].
Pendekatan intraksionisme simbolis lebih sering disebut pendekatan intraksionis saja, bertolak dari interaksi sosial pada tingkat paling minimal. Dari tingkat mikro ini ia diharapkan memperluas cakupan analisisnya guna menangkap keseluruhan masyarakat sebagai penentu proses dari banyak interaksi. Manusia dipandang mempelajari situasi-situasi transaksi-transaksi politis dan ekonomis, situasi-situasi di dalam dan di luar keluarga, situasi-situasi permainan dan pendidikan, situasi-situasi organisasi formal dan informal dan seterusnya.


            Dalam Sub-disiplin ilmu sosiologi,sosiologi agama masuk didalamnya,karena agama tidak lepas dari aktivitas sosial masyarakat.Berikut sub-disiplin ilmu sosiologi[6],
1.      Kriminologi
2.      Sosiologi sejarah
3.      Geografi manusia
4.       Sosiologi industri,
5.      Sosiologi politik,
6.      Sosiologi pedesaan
7.      Sosiologi kota,
8.      Sosiologi agama.
A.2 Sosiologi Agama
Sosiologi agama adalah melibatkan analisa sistimatik mengenai fenomena agama dengan menggunakan konsep dan metode sosiologi. Institusi agama dikaji sedemikian rupa, dan struktur serta prosesnya dianalisa, dan begitu juga hubungannya dengan institusi yang lain, perkembangan, penyebaran dan jatuhnya agama dikaji untuk tujuan prinsip umum yang dapat diperoleh darinya. Metode pengendalian sosial melalui aktivitas agama dititikberatkan, seperti halnya aspek psikologi sosial mengenai tingkah laku kolektif dalam hubungannya dengan fungsi agama. Ajaran agama dianalisa dalam hubungan dengan struktur sosial.
Disamping sub-disiplin sosiologi tersebut di atas, juga ada disiplin sosiologi pendidikan dan pengetahuan.

B. Karakteristik Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
            B.1 Empat perspektif sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat.
Dalam displin ilmu sosiologi agama, terutama islam terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif fungsionalis, pertukaran, interaksionisme-simbolik, konflik, teori penyadaran dan ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling bertentangan. Pembahasan berikut ini akan memaparkan bagaimana keempat perspektif tersebut dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat,
1.   Fungsionalisme
Teori fungsionalisme disebut juga teori strukturalisme fungsional.Islam hadir sebagai agama yang berfungsi dan bertujuan membenarkan akidah masyarakat yang buta akan kehidupan spiritual yang sesuai dengan kultur masyarakat sekitar.Durkheim tertarik kepada unsur-unsur solidaritas masyarakat. Dia mencari prinsip yang mempertalikan anggota masyarakat. Ia menyatakan agama harus mempunyai fungsi, agama bukan ilusi, tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial, bagi Durkheim agama memainkan peranan yang fungsional, karena agama adalah prinsip solidaritas masyarakat.Pernyataan E.Durkheim diatas sangatlah cocok dan menggambarkan islamsebagai agama yang dinamis di masyarakat.
2.  Konflik (marxien)
            Tidak ada seorang sosiolog pun yang menyangkal bahwa perspektif konflik dalam kajian sosiologi bersumber pada ide-ide yang dilontarkan oleh Kal Marx seputar masalah perjuangan kelas. Kemudian diikuti tokoh-tokoh lain yang ikut memberikan kontribusi besar dalam membangun atau memantapkan teori konflik antara lain Charles Darwin, Vifredo Pareto dan Ralf Dahredorf. Kata konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan, teori konflik ini mengasumsikan bahwa masyarakat terdiri dari kelompok yang memiliki kepentingan satu sama lain. Mereka selalu bersaing untuk mewujudkan hasrat dan kepentingan mereka. Sehingga seringkali bermuara pada terjadinya konflik antara satu komunitas masyarakat dengan komunitas lain.Berlawanan dengan perspektif fungsional yang melihat keadaan normal masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang mantap, para penganut perspektif konflik berpandangan bahwa masyarakat berada dalam konflik dan pertentangan dipandang sebagai determinan utama alam pengorganisasian kehidupan sosial sehingga struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas yang akan memenuhi kebutuhan.mereka .
Menurut Lewis Coser, ketika terjadi konflik antara satu komunitas dengan komunitas lain, hubungan di antara anggota komunitas cenderung integratif, sekalipun sebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika tidak ada konflik antar komunitas, terdapat kecenderungan diistegrasi. Tidak ada rasa senasib, rasa bersama, dan solidaritas antar anggota.
3Interaksionisme Simbolik
            Manusia pada intinya senang dengan simbol-simbol. Bila di suatu tempat tumbuh dan berkembang komunitas, pada saat yang sama akan tumbuh simbol-simbol yang dipahami bersama. Simbol diwujudkan dalam bentuk bahasa baik verbal maupun isyarat, budaya, seni dan lain-lain. Ritus keagamaan dalam perspektif ini dipandang sebagai simbol yang menjadi ciri.Masing-masing komunitas memiliki perangkat simbol. Karena itu, antara suatu komunitas dengan komunitas lain atau antara anggota komunitas dengan anggota lainnya akan terjadi interaksi, satu sama lain menunjukkan simbol yang mereka miliki. Karena itu, perspektif ini disebut interaksionisme simbolik. Struktur dan realitas sosial terbentuk akibat adanya interaksi simbol. Cara-cara keberagamaan seseorang terbentuk akibat interaksi simbol.
4.  Pertukaran
Salah satu yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial keagamaan, seperti perubahan dan perilaku sosial ialah teori pertukaran. Menurut teori pertukaran tiada lain ialah melakukan pertukaran yang saling menguntungkan satu sama lain. Menurut perspektif pertukaran, manusia selalu melakukan transaksi sosial yang saling menguntungkan
Teori pertukaran dapat dijadikan pendekatan untuk menganalisis realitas dan perubahan sosial. Keberadaan suatu komunitas dalam berhubungan dengan komunitas lain atau hubungan antara dalam suatu komunitas akan berlangsung sampai pada suatu titik dimana satu sama lain merasa puas. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sebuah komunitas muslim dapat dipandang dari perspektif pertukaran.
B.2 Tokoh Sosiolog dalam Islam
            Menurut Akbar S.Ahmad tokoh-tokoh sosiologi dalam dunia Islam telah tumbuh dengan pesat jauh sebelum tokoh-tokoh dari barat muncul, seperti seorang tokoh muslim Abu Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni al-Khawarizmi. Ilmuwan besar ini dilahirkan di Khawarizmi, Turkmenista, Dzulhijjah 362 H/ September 973 M. Ia tidak hanya menulis buku tentang sosiologi dan antropologi saja akan tetapi ia menguasai ilmu sejarah, matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu bahasa, geografi dan filsafat. Dia adalah seorang yang terkenal banyak mengarang dan menerjemahkan karya-karya tentang kebudayaan India kedalam bahasa Arab[7].



1.Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun[8] menghimpun aliran sosiologi dalam Mukaddimah. Cakrawala pemikiran Ibnu Khaldun sangat luas, dia dapat memahami masyarakat dalam segala totalitasnya, dan dia menunjukkan segala fenomena untuk bahan studinya. Dia juga mencoba untuk memahami gejala-gejala itu dan menjelaskan hubungan kausalitas di bawah sorotan sinar sejarah. Kemudian dia mensistematik proses peristiwa-peristiwa dan kaitannya dalam suatu kaidah sosial yang umum.
Keunggulan Mukaddimah ditemukan dalam beberapa hal yaitu :
  1. Pada falsafah sejarah. Penemuan ini telah memberi pengertian tentang pemahaman yang baru mengenai sejarah, yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu dan memiliki filsafat.
  2. Metodologi sejarah. Ibnu Khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik, oleh karena epistimologinya adalah observasi
  3. Dialah penggagas ilmu peradaban atau filsafat sosial, pokok bahasannya ialah kesejahteraan masyarakat manusia dan kesejahteraan sosial. Ibnu Khaldun memandang ilmu peradaban adalah ilmu baru, luar biasa dan banyak faedahnya. Ilmu baru ini, yang diciptakan oleh Ibnu Khaldun memiliki arti yang besar. Menurutnya ilmu ini adalah kaidah-kaidah untuk memisahkan yang benar dari yang salah dalam penyajian fakta, menunjukkan yang mungkin dan yang mustahil.
Ibnu Khaldun membagi topik ke dalam 6 pasal besar yaitu :
a.    Tentang masyarakat manusia setara keseluruhan dan jenis-jenisnya dalam perimbangannya dengan bumi; “ilmu sosiologi umum”.
b.     Tentang masyarakat pengembara dengan menyebut kabilah-kabilah dan etnis yang biadab; “sosiologi pedesaan”.
c.     Tentang negara, khilafat dan pergantian sultan-sultan; “sosiologi politik”.
d.     Tentang masyarakat menetap, negeri-negeri dan kota; “sosiologi kota”.
e.      Tentang pertukangan, kehidupan, penghasilan dan aspek-aspeknya; “sosiologi industri”.
f.        Tentang ilmu pengetahuan, cara memperolehnya dan mengajarkannya; “sosiologi pendidikan”[9].
Ibnu Khaldun, pemikiran dan teori-teori politiknya yang sangat maju telah mempengaruhi karya-karya para pemikir politik terkemuka sesudahnya seperti Machiavelli dan Vico. Dia mampu menembus ke dalam fenomena sosial sebagai filsuf dan ahli ekonomi yang dalam ilmunya. Dia juga peletak dasar ilmu sosiologi dan politik melalui karya magnum opus-nya, Al-Muqaddimah.
Adapun teori yang dikemukakan Ibnu Khaldun dikenal orang dengan teori disintegrasi (ancaman perpecahan suatu masyarakat/bangsa). Dia menulis soal itu lantaran melihat secara faktual ancaman disintegrasi akan membayangi dan mengintai umat manusia bila mengabaikan dimensi stabilitas sosial dan politik dalam masyarakatnya. Setidaknya, berkat dialah dasar-dasar ilmu sosiologi politik dan filsafat dibangun. Tidak heran jika warisannya itu banyak diterjemahkan keberbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
            2.Al-Biruni
Dalam ekspedisinya,al-Biruni tidak menyia-nyiakan kesempatan beberapa ekspedisi militer ke India bersama sultan Mahmoud Gezna. Dia pergunakan lawatannya tersebut dengan melakukan penelitian seputar adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat India. Selain itu, dia juga belajar filsafat Hindu pada sarjana setempat. Jerih payahnya inilah menghasilkan karya besar berjudul Tarikh al-Hindi (sejarah India) tahun 1030 M.
Menurut sumber-sumber otentik, karya al-Biruni lebih dari 200 buah, namun hanya sekitar 180 saja yang diketahui dan terlacak.beberapa diantara bukunya terbilang sebagai karya monumental. Selain yang telah tersebut di atas . Seperti buku al-Atsar al-Baqiyah ‘an al-Qurun al-Khaliyah (peninggalan bangsa-bangsa kuno) yang ditulisnya pada 998 M, ketika dia merantau ke-Jurjan, daerah tenggara laut Kaspia. Dalam karyanya tersebut, al-Biruni antara lain mengupas sekitar upacara-upacara ritual, pesta dan festival  bangsa-bangsa kuno[10].
 3.Ali Syari’ati
Ali Syari’ati merupakan salah satu tokoh sosiologi, yang menyatukan ide dan praktik yang menjelma dalam revolusi Islam Iran. Kekuatan idenya itulah yang menggerakkan pemimpin spiritual Iran, Ali Khomeini memimpin gerakan masa yang melahirkan Republik Islam Iran pada tahun 1979. Meski buah pikirannya, saham pemikir besar ini dinilai sangat berharga bagi percaturan Islam dikemudian hari. Ali Syari’ati di lahirkan di Khurasan, Iran 24 November 1933.Sebagai sang sosiolog yang tertarik pada dialektis antara teori dan praktik : antara ide dan kekuatan-kekuatan sosial dan antara kesadaran dan eksistensi kemanusiaan. Dua tahun sebelum revolusi Iran- Syari’ati telah menulis beberapa buku, diantaranya : Marxisme and other western Fallacies, On the Sociology of Islam, Al-Ummah wa Al-Imamah, Intizar Madab I’tiraz dan Role  of Intellectual in Society.
 4.Ibnu Batutah
Selanjutnya Ibnu Batutah, adapun karyanya yang berjudul Tuhfah al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa Ajaib al-Asfar (persembahan seorang pengamat tentang kota-kota asing dan perjalanan yang mengagumkan)

C. Kontribusi Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
Pendekatan sosiologi dalam studi Islam, kegunaannya sebagai metodologi untuk memahami corak dan stratifikasi dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu dalam dunia ilmu pengetahuan, makna dari istilah pendekatan sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat atau memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji.Selain itu, makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk memperlakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan sesuatu permasalahan atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
Kegunaan yang berkelanjutan ini adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan-keyakinan ke-Islaman yang dimiliki oleh kelompok masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam tanpa menimbulkan gejolak dan tantangan antara sesama kelompok masyarakat. Seterusnya melalui pendekatan sosiologi ini dalam studi Islam, diharapkan pemeluk agama Islam dapat lebih toleran terhadap berbagai aspek perbedaan budaya lokal dengan ajaran agama Islam itu sendiri.
Melalui pendekatan sosiologi sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan jelas hubungan agama Islam dengan berbagai masalah sosial dalam kehidupan kelompok masyarakat, dan dengan itu pula agama Islam terlihat akrab fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan sosial  masyarakat.
Pendekatan sosiologi seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak hal yang dibicarakan agama  hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan sosiologi. Misalnya; fungsi kata permintaan maaf pada masyarakat yang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diselesaikan dengan pendekatan sosiologi.  Dengan demikian pendekatan sosiologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan dengan bantuan ilmu sosiologi dan cabang-cabangnya.
Dari sisi lain terdapat pula signifikasi pendekatan Islam dalam sosiologi, salah satunya adalah dapat memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Pentingnya pendekatan sosiologis  dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong agamawan memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat  memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam alternatif. Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan.Sebagai berikut. :
Pertama dalam al-Qur’an atau kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Sedangkan menurut Ayatullah Khoemeini dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah  yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah ( masalah sosial).
Kedua bahwa ditekankannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan) melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.
Keempat dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan misalnya, maka jalan keluarnya ; dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin.
Kelima dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah[11]. Demikian sebaliknya sosiologi memiliki kontribusi dalam bidang kemasyarakatan terutama bagi orang yang berbuat amal baik akan mendapatkan status sosial yang lebih tinggi ditengah-tengah masyarakat, secara langsung hal ini berhubungan dengan sosiologi.    
Berdasarkan pemahaman kelima alasan diatas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu hanya baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada ajaran agama itu diturunkan.

























BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Bila dialihkan perhatian, dari masyarakat barat pada umumnya, ke masyarakat muslim atau wilayah yang berkebudayaan Islam pada khususnya, maka akan terlihat bahwa studi sistematis mengenai Islam merupakan suatu bidang yang benar-benar tidak diperdulikan dalam sosiologi. Nyaris tidak satu pun studi sosiologis tentang Islam dan masyarakat-masyarakat muslim.
Beberapa objek pendekatan sosiologi yang digunakan oleh para sosiolog ternyata menghasilkan cara untuk memahami agama dengan mudah. Selain itu memang menurut beberapa sosiolog dan ahli metodologi studi-studi ke-Islaman bahwa agama Islam itu sendiri sangat mementingkan peranan aspek sosial dalam kehidupan beragama.
Karena objek sosiologi adalah masyarakat, maka ilmu ini sangat cepat berkembang dan bercabang kepada bidang-bidang keilmuan lainnya, sosiologi hukum, sosiologi perkotaan, sosiologi pedesaan, sastra dan lain sebagainya, dan tidak menutup kemungkinan  bahwa  cabang-cabang sosiologi akan bertambah.   
Kajian-kajian ke-Islaman yang menggunakan pendekatan sosiologi sangat menarik dan lebih dapat mendekatkan pemahaman terhadap universalitas ajaran Islam itu sendiri. Tetapi kajian-kajian tersebut masih membutuhkan uluran tangan sarjana-sarjana Islam untuk mengembangkannya.
Objek bahasan pendekatan sosiologi dalam studi Islam seperti dalam pembahasan makalah ini, terdapat tiga pendekatan utama sosiologi, yaitu : 1) pendekatan struktural–fungsional, 2) pendekatan konflik atau marxien dan 3) pendekatan interaksionisme–simbolis.

B.Kritik dan Saran
            Penulis menyadari bahwasannya makalah ini jauh dari kata sempurna.Oleh kerena itu,kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diperlukan oleh penulis untuk karya selanjutnya.Semoga bermanfaat bagi kita semua.Amiin






DAFTAR PUSTAKA
          Ali,A. Mukti.1970.Ibnu Khaldun dan Asal-usul Sosiolog .Yogyakarta: Yayasan Nida.
Ba-Yunus, Ilyas, Farid Ahmad.1996.Islamic Sosiology; An Introduction. terj. Hamid Basyaib. Bandung: Mizan.
MGMP, Tim. Sosiologi SUMUT.1999. Sosiologi. Medan : Kurnia.
Soekanto, Soerjono.1987.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali.
Syani,Abdul. 1995.Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat.Lampung:Pustaka Jaya.


[1] Abdul Syani,  Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat  (Lampung:Pustaka Jaya, 1995) hlm.2
[2] Tim MGMP, Sosiologi SUMUT, Sosiologi (Meda :Kurnia, 1999) hlm.3
[3] Ilyas Ba-Yunus Farid Ahmad, Islamic Sosiology; An Introduction, terj. Hamid Basyaib, (Bandung: Mizan, 1996), hlm.20-24
[4] Ibid,hlm.22
[5] Ibid,hlm.25
[6] Joseph Roucek dan Rolan Werren, Sosiologi An Introduction, terj. Sehat Simamora, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984), h. 253.
[7] Abu al-Futuh Muhammad al-Jawanisi, Abu Raihan Muhammad Ibnu Ahmad al-Biruni, al-Majlis a’la li al-Syu’al-Islamiyah, (Kairo : 1967),hlm.24.
[8] Ia lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H (27 Mei 1332 M). Dia adalah Wali al Din Abd Rahman, anak Muhammad, anak Muhammad, anak Muhammad, anak al Hasan, anak Jabir, anak Muhammad, anak Ibrahim, anak Abd al Rahman Ibn Khaldun, A. Mukti Ali, Ibnu Khaldun dan Asal-usul Sosiolog (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970),hlm.12
[9] Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Jakarta: Logos Wacana Ilmu),1997,hlm.60
[10] Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam,(Bandung: Mizan)hlm.69.
[11] Hussein Bahreisi, Hadits Bukhari-Muslim,(Surabaya:Karya Utama, tth),hlm.160

0 komentar:

Posting Komentar