Kamis, 05 November 2015

potongan cerita “KAREBET, SENJA dan SUMPAH PEMUDA”



“KAREBET, SENJA dan SUMPAH PEMUDA”

coretan; M Shofwan Zaim

                Warung remang-remang di pinggir jalan antar kota itu mengisahkan kenangan manis. Bebrapa gelas minuman, secangkir kopi hitam dan puluhan batang rokok menjadi teman suasana canda tawa. Music dangdut banyuwanginan terdengar sangat merdu, sampai Karebet tak sadarkan diri telah menggerakkan badan untuk sekedar berjoget ria dengan cewek pelayan kopi.
                Karebet di kenal  sebagai pemuda pendiam di antara teman-temanya, dia sering membaca buku di pojok taman kampus depan kantor dekanat. Dia pemuda yang bisa di bilang tidak neko-neko, begitupun soal percintaan, dia hanya mencintai satu cewek, bahkan dia merasa cinta mati pada sosok pujaan hatinya tersebut. Dialah Kartini, cewek tegas, terkenal di fakultas sebagai  ketua kelas dengan suara mutlak saat pemilihan, mempunyai paras cantik sekaligus banyak yang bilang pintar.
                Cinta Karebet pada Kartini berawal dari belajar bersama, saat itu kartini yang tidak paham mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia meminta Karebet untuk menjelaskan. Karebet menjelaskan sejarah Indonesia dari masa pra kemerdekaan sampai kondisi  Indonesia yang sekarang sudah mau menginjak satu abad, dari masa colonial sampai zaman globalisasi ini. Mulai saat itulah Kartini mengagumi Karebet sebagai pemuda  yang faham sejarah dan bisa mengambil semangat dari para pahlawan yang sudah berjuang merebut kemerdekaan.
                Setiap sore, Kartini mengajak Karebet menikmati senja di belakang gedung kampus sambil belajar ringan  mengenai politik, ekonomi, budaya,  juga tidak ketinggalan pastinya, tentang sejarah. Sebelum  senja datang, Karebet menyempatkan dulu meminjam buku di perpustakaan untuk di baca dulu sebelum di ceritakan pada cewek pujaan hatinya.
                Hari, bulan, bahkan tahun telah berlalu dengan cepat, tak terasa dua semester  telah di lewati Karebet dengan bahagia. Hari sumpah pemuda yang jatuh pada tanggal 28 oktober, biyasanya di peringati  beberapa organisasi  ekstra maupun intra kampus  dengan mengadakan refleksi sumpah pemuda. Selain sebagai ketua kelas, dia juga  aktivis organisasi ekstra yang cukup di kenal di kampus.
Saat organisasi ekstra yang di ikuti Kartini mengadakan refleksi Sumpah Pemuda di pusat kota, kartini mengajak Karebet untuk mengikuti acara tersebut dan bersama-sama mengingat kembali sejarah yang  membangkitkan kaum muda Indonesia  itu. Sebelumnya, Kartini mendiskusikan sejarah sumpah pemuda dengan Karebet untuk di buat bahan orasi di depan para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ikut memperingati.
Refleksi di pusat kota, tepatnya di tugu muda di mulai jam setengah delapan malam.  Kartini sudah mempersiapkan bahan orasi dan siap berteriak lantang di depan ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Karebet mengambil posisi tempat duduk lesehan paling depan, menghadap tugu muda yang di kelilingi air, sedang Kartini berada di deretan orator senior yang bersiap orasi. Setelah beberapa ketua berorasi dan menyanyikan lagu-lagu mahasiwa, kini giliran Kartini maju ke depan.
Kartini memegang pengeras suara dengan percaya diri, di mulai dengan salam dan berteriak “hidup mahasiswa,,,,,,,hidup rakyat Indonesia”, Kartini mulai menjelaskan pentingnya sejarah yang  sekarang mulai di tinggalkan para pemuda karna terkikis oleh budaya luar dan kecanggihan teknologi yang secara tidak langsung menggantikan budaya mempelajari sejarah. Kartini menjelaskan betapa semangatnya pemuda pejuang kemerdekaan yang rela menyerahkan seluruh hidupnya untuk kemerdekan. Kartini juga mengajak para kaum muda untuk tidak meninggalkan sejarah dan mengahiri orasinya dengan mengajak peserta mengucapkan sumpah pemuda dan sumpah mahasiswa bersama-sama.
Karebet merasa bangga akan kesuksesan orasi Kartini, namun ada insiden yang  melukai hatinya, yaitu saat selesa orasi, Kartini di gandeng oleh salah satu teman laki-lakinya untuk menyebrangi genangan air yang mengitari tugu muda. Tak sengaja kaki Kartini terpeleset dan tercebur  berdua dalam air dalam keadaan berpelukan. Karebet melihat dengan jelas insiden itu, lalu memutar badanya dan segera kembali ke parkiran motor.
Sejak saat itu, hubungan keduanya tidak berjalan seperti biyasanya. Senja yang indah mulai berganti menjadi saling ejek yang di luapkan dalam status media sosial. Kemarahan karebet bertambah ketika melihat status pada media sosial Kartini yang berbunyi “dulu aku anggap kau sebagai pahlawan ternyata pecundang”. Karebet yang pendiam, tidak banyak bicara dan memilih tidak menanggapi api permusuhan tersebut.
Karebet di ajak teman satu kosnya untuk menghilangkan rasa galau yang sering menghampiri dengan cara berjalan-jalan.  Saat di perjalanan menuju tempat wisata luar kota, Karebet dan temanya menikmati malam di warung remang-remang. Walhasil, karna tak ingin mengingat permusuhan  yang semakin meruncing dengan pujaan hatinya Karebet ikut nimbrung bernyanyi dengan pelayan kopi, minum anggur,  ngopi dan merokok sepuasnya.


KEKUASAAN TUHAN



KEKUASAAN TUHAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Aqidah Mu’tazilah
Dosen Pengampu: Yusriyah, M.Ag














Disusun Oleh:
Siti Jamiatun (134111007)
Muh Afit Khomsani (134111021)


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014



A.    Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya aliran Mu’tazilah adalah aliran kalam yang menjadikan rasio atau akal sebagai sumber pengetahuan yang utama. Akal atau rasio dijadikan oleh para pengikut Mu’tazilah sebagai sumber kebenaran, karena Tuhan telah menitipkan akal kepada manusia untuk mengetahui hakikat yang sesungguhnya. Mu’tazilah dalam hal ini tidaklah menegasikan akan keberadaan wahyu, melainkan fungsi wahyu terhadap kebenaran rasio adalah fungsi konfirmatif serta fungsi informatif.
Setelah pembahasan terdahulu yakni pandangan mu’tazilah mengenai kedudukan akal dan wahyu, pada kesempatan kali ini akan membahas kekuasaan Tuhan menurut paham mu’tazilah. Pembahasan ini sangat urgen dikarenakan dalam mempelajari aliran kalam terlebih aliran Mu’tazilah, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan adalah salah satu ajaran al-Ushul al-Khamsah Mu’tazilah yaitu al-‘Adl (keadilan).

B.     Pengertian Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Aliran yang mengakui kebebasan manusia dan mengakui ketidakmutlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan, biasa disebut kaum Qadariyah mereka yang mengakui adanya freewill dan freeact bagi manusia. Mu’tazilah merupakan salah satu contoh dari golongan pertama. Mereka berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan dan kehendak-Nya tidak mutlak lagi, sudahlah terbatas dan ia harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang timbul dan peraturan yang dibuat-Nya . Diantara kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan Tuhan ialah memberi pahala bagi orang yang manjalankan perintah-Nya dan menyiksa orang yang melanggar-Nya. Tidaklah adil jika Tuhan memberikan pahala ataupun siksa kepada hamba-Nya tanpa mengiringinya dengan memberikan kekuasaan terlebih dahulu. (Anwar dan Rozak, 2007 : 182). Semua kewajiban Tuhan bisa dirangkum dalam satu kewajiban, yaitu Tuhan wajib berbuat baik atau dalam istilah Mu’tazilah bisa disebut dengan al-Shalah Wa al-Ashlah  (berbuat baik dan terbaik).

C.     Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan.
Sebagai akibat dari perbedaan paham yang terdapat dalam aliran-aliran teologi Islam mengenai soal kekuatan akal, fungsi wahyu dan kebebasan serta kekuasaan manusia atas kehendak dan perbuatannya, terdapat pula perbedaan paham tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya besar dan manusia bebas dan berkuasa atas kehendak dan perbuatannya, kekuasaan dan kehendak Tuhan pada hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya.  Bagi aliran yang berpendapat kekuasaan dan kehendak Tuhan tetap bersifat mutlak dengan demikian bagi kaum Asy’ariah, sedangkan bagi kaum mu’tazilah, kekuasaan dan kehendak Tuhan tidak lagi mempunyai sifat mutlak semutlak-mutlaknya.[1]
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak bersifat mutlak lagi, selanjutnya kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh keadlian-Nya. Seperti yang terkandung dalam uraian Nadir, kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh kebebasan yang menurut paham Mu’tazilah, telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatan. Seterusnya kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh sifat keadilan Tuhan. Tuhan tidak bisa lagi berbuat sekehendak-Nya, Tuhan telah terikat pada norma-norma keadilan yang kalau dilanggar, membuat Tuhan bersifat tidak adil bahkan zalim. Sifat serupa ini tak dapat diberikan kepada Tuhan. Selanjutnya, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia yang menurut paham Mu’tazilah memang ada.[2]
Lebih lanjut lagi, kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh nature of law atau hukum alam (sunnah Allah) yang tidak mengalami perubahan. Firman Allah dalam QS.Al-Ahzab : 62

Artinya : “Sebagian Sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum kamu, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah”
Bahwa kaum Mu’tazilah menganut paham bahwa tiap-tiap benda mempunyai nature of law atau hukum alam sendiri.
Al-Jahiz (Nasution, 2006: 120) mengatakan bahwa tiap-tiap benda mempunyai sifat dan natur sendiri yang menimbulkan efek tertentu menurut natur masing-masing. Lebih tegas Al-Khayyat menerangan bahwa tiap benda mempunyai natur tertentu, dan tak dapat menghasilkan kecuali efek yang itu-itu juga; api tak dapat menghasilkan apa-apa kecuali panas dan es tidak dapat menghasilkan apa-apa kecuali dingin. Efek yang ditimbulkan pada benda, menurut Mu’ammar seperti gerak, diam, warna, rasa, bau, panas, dingin, basah, dan kering, timbul sesuai dengan hukum dari masing-masing benda yang bersangkutan. Sebenarnya efek yang ditimbulkan oleh benda bukan perbuatan Tuhan. Perbuatan Tuhan hanyalah menciptakan benda-benda yang mempunyai nature of law tertentu.
Dari hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa aliran Mu’tazilah percaya pada hukum alam atau sunnah Allah yang menganut perjalanan kosmos dan dengan demikian menganut paham determinisme. Dan determinisme ini bagi mereka, sesuai kata Nader, tidak berubah-ubah sama dengan keadaan Tuhan yang juga tidak berubah-ubah.
Sebagai penjelasan selanjutnya, bagi paham sunnah Allah yang tak berubah-ubah dan determinisme ini, ada baiknya dibawa disini uraian Tafsir al-Manar. Segala sesuatu dialam ini, demikian al-Manar, berjalan menurut sunnah Allah dan sunnah Allah itu dibuat Tuhan sedemikian rupa sehingga sebab dan musabab didalamnya mempunyai hubungan yang erat. Bagi tiap sesuatu Tuhan menciptakan sunnah tertentu. Bahwa sunnah Allah tidak mengalami perubahan atas kehendak Tuhan sendiri dan dengan demikian merupakan batasan bagi kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam paham Mu’tazilah kekuasaan mutlak Tuhan mempunyai batasan-batasan; dan Tuhan sendiri, sebagai kata al-Manar, tidak bersikap absolut seperti halnya dengan Raja Absolut yang menjatuhkan hukuman menurut kehendaknya semata-mata.[3] Keadaan Tuhan, dalam paham ini lebih dekat menyerupai keadaan Raja Konstitusional, yang kekuasaannya dan kehendaknya dibatasi oleh konstitusi. Pembatasan atas kekuasaan dan kehendak Tuhan menurut Mu’tazilah adalah tidak membolehkan adanya pembatalan siksa kepada mereka yang berdosa besar dan meninggal sebelum sempat bertaubat. Tuhan wajib menyiksa mereka yang berdosa besar.[4]

D.    Kesimpulan
Pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan itu memiliki batasan. Batasan tersebut dikarenakan dalam Mu’tazilah manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan perbuatannya sesuai dengan kehendaknya, karena manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Lebih lanjut lagi kehendak Tuhan dibatasi oleh keadilan-Nya. Manusia hanya mempunyai kebebasan mengarahkan daya yang diberikan Tuhan kepadanya sesuai dengan kehendak dan kemauannya. Manusia tidak menciptakan perbuatannya, sebab pada hakikatnya ia tidak bisa berbuat apa-apa tanpa adanya daya Tuhan.
Mengenai tentang paham kekuasaan, kehendak dan keadilan Tuhan, Pembatasan atas kekuasaan dan kehendak Tuhan menurut Mu’tazilah ini dapat dikatakan sangat ketat karena tidak membolehkaan adanya pembatasan siksa bagi orang mukmin yang berdosa besar.

E.     Daftar Pustaka
Asy-Syahrastani, Muhammad Bin Abdul Karim. al-Milal Wa al-Nihal : Aliran-aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia. Penerjemah ; Asywadie Syukur. Surabaya : PT Bina Ilmu
Kiswati, Tsuroya. Al-Juwaini Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam. Jakarta :  Penerbit Erlangga.
Nasution, Harun.  Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta :  Universitas Indonesia Press.



[1]Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm. 118.
[2] Ibid., hlm. 119.
[3] Ibid., hlm. 121.
[4]Dr. Tsuroya Kiswati. Al-Juwaini Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam. (Jakarta: Penerbit Erlangga). hlm. 193.