“KAREBET, SENJA dan SUMPAH PEMUDA”
coretan; M Shofwan Zaim
Warung
remang-remang di pinggir jalan antar kota itu mengisahkan kenangan manis. Bebrapa
gelas minuman, secangkir kopi hitam dan puluhan batang rokok menjadi teman
suasana canda tawa. Music dangdut banyuwanginan terdengar sangat merdu, sampai
Karebet tak sadarkan diri telah menggerakkan badan untuk sekedar berjoget ria
dengan cewek pelayan kopi.
Karebet
di kenal sebagai pemuda pendiam di
antara teman-temanya, dia sering membaca buku di pojok taman kampus depan kantor
dekanat. Dia pemuda yang bisa di bilang tidak neko-neko, begitupun soal percintaan,
dia hanya mencintai satu cewek, bahkan dia merasa cinta mati pada sosok pujaan
hatinya tersebut. Dialah Kartini, cewek tegas, terkenal di fakultas sebagai ketua kelas dengan suara mutlak saat pemilihan,
mempunyai paras cantik sekaligus banyak yang bilang pintar.
Cinta
Karebet pada Kartini berawal dari belajar bersama, saat itu kartini yang tidak
paham mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia meminta Karebet untuk menjelaskan.
Karebet menjelaskan sejarah Indonesia dari masa pra kemerdekaan sampai
kondisi Indonesia yang sekarang sudah
mau menginjak satu abad, dari masa colonial sampai zaman globalisasi ini. Mulai
saat itulah Kartini mengagumi Karebet sebagai pemuda yang faham sejarah dan bisa mengambil semangat
dari para pahlawan yang sudah berjuang merebut kemerdekaan.
Setiap
sore, Kartini mengajak Karebet menikmati senja di belakang gedung kampus sambil
belajar ringan mengenai politik,
ekonomi, budaya, juga tidak ketinggalan
pastinya, tentang sejarah. Sebelum senja
datang, Karebet menyempatkan dulu meminjam buku di perpustakaan untuk di baca
dulu sebelum di ceritakan pada cewek pujaan hatinya.
Hari,
bulan, bahkan tahun telah berlalu dengan cepat, tak terasa dua semester telah di lewati Karebet dengan bahagia. Hari
sumpah pemuda yang jatuh pada tanggal 28 oktober, biyasanya di peringati beberapa organisasi ekstra maupun intra kampus dengan mengadakan refleksi sumpah pemuda.
Selain sebagai ketua kelas, dia juga aktivis
organisasi ekstra yang cukup di kenal di kampus.
Saat organisasi ekstra yang di
ikuti Kartini mengadakan refleksi Sumpah Pemuda di pusat kota, kartini mengajak
Karebet untuk mengikuti acara tersebut dan bersama-sama mengingat kembali
sejarah yang membangkitkan kaum muda
Indonesia itu. Sebelumnya, Kartini
mendiskusikan sejarah sumpah pemuda dengan Karebet untuk di buat bahan orasi di
depan para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ikut memperingati.
Refleksi di pusat kota, tepatnya di
tugu muda di mulai jam setengah delapan malam.
Kartini sudah mempersiapkan bahan orasi dan siap berteriak lantang di
depan ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Karebet mengambil posisi
tempat duduk lesehan paling depan, menghadap tugu muda yang di kelilingi air,
sedang Kartini berada di deretan orator senior yang bersiap orasi. Setelah
beberapa ketua berorasi dan menyanyikan lagu-lagu mahasiwa, kini giliran
Kartini maju ke depan.
Kartini memegang pengeras suara
dengan percaya diri, di mulai dengan salam dan berteriak “hidup
mahasiswa,,,,,,,hidup rakyat Indonesia”, Kartini mulai menjelaskan pentingnya
sejarah yang sekarang mulai di
tinggalkan para pemuda karna terkikis oleh budaya luar dan kecanggihan
teknologi yang secara tidak langsung menggantikan budaya mempelajari sejarah.
Kartini menjelaskan betapa semangatnya pemuda pejuang kemerdekaan yang rela
menyerahkan seluruh hidupnya untuk kemerdekan. Kartini juga mengajak para kaum
muda untuk tidak meninggalkan sejarah dan mengahiri orasinya dengan mengajak
peserta mengucapkan sumpah pemuda dan sumpah mahasiswa bersama-sama.
Karebet merasa bangga akan
kesuksesan orasi Kartini, namun ada insiden yang melukai hatinya, yaitu saat selesa orasi,
Kartini di gandeng oleh salah satu teman laki-lakinya untuk menyebrangi genangan
air yang mengitari tugu muda. Tak sengaja kaki Kartini terpeleset dan tercebur berdua dalam air dalam keadaan berpelukan.
Karebet melihat dengan jelas insiden itu, lalu memutar badanya dan segera
kembali ke parkiran motor.
Sejak saat itu, hubungan keduanya
tidak berjalan seperti biyasanya. Senja yang indah mulai berganti menjadi
saling ejek yang di luapkan dalam status media sosial. Kemarahan karebet
bertambah ketika melihat status pada media sosial Kartini yang berbunyi “dulu
aku anggap kau sebagai pahlawan ternyata pecundang”. Karebet yang pendiam,
tidak banyak bicara dan memilih tidak menanggapi api permusuhan tersebut.
Karebet di ajak teman satu kosnya
untuk menghilangkan rasa galau yang sering menghampiri dengan cara
berjalan-jalan. Saat di perjalanan
menuju tempat wisata luar kota, Karebet dan temanya menikmati malam di warung
remang-remang. Walhasil, karna tak ingin mengingat permusuhan yang semakin meruncing dengan pujaan hatinya
Karebet ikut nimbrung bernyanyi dengan pelayan kopi, minum anggur, ngopi dan merokok sepuasnya.