Kamis, 05 November 2015

akidah Khawarij



AKIDAH KHAWARIJ

 
Pengertian Khawarij

Kata Khawarij berasal dari kata خرج yang berarti keluar atau terpisah.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dinamakan Khawarij dikarenakan keluarnya mereka dari jamaah kaum muslimin. Dikatakan pula karena keluarnya mereka dari jalan (manhaj) jamaah kaum muslimin, dan dikatakan pula karena sabda Rasulullah saw
“Akan keluar dari diri orang ini…” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah berkata: “Dinamakan dengan itu (Khawarij) dikarenakan keluarnya mereka dari din (agama) dan keluarnya mereka dari ketaatan terhadap orang-orang terbaik dari kaum muslimin.” (Fathul Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari, 12/296)
Secara sejarah,kelompok khawarij awal mulanya adalah pengikut setia Khalifah Ali,namun pada akhirnya memilih membelot atau berpisah dari barisan Ali ,karena tidak setuju kepada ali yang menerima tahkim dan menyebabkan Ali kehilangan kekuasaan secara de jure.
Sejarah Munculnya Aliran Khawarij
Para pengikut yang nantinya adalah cikal bakal penganut khawarij awalnya adalah pengikut Ali yang patuh,kemanapun ada peperangan selalu bersama dan merupakan pasukan yang solid.Namun ketika peperangan Antara pasukan dibawah pimpinan Ali Ibn Ali Thalib dengan pasukan dibawah komando Muawiyyah yang terjadi berbulan-bulan lamanya,harus diakhiri dengan jalur tahkim (pengiriman seorang utusan dari kedua pihak guna membicarakan solusi terbaik bagi masalah yang sedang mereka alami).Dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari serta dari pihak Muawiyyah diwakili oleh Amr Ibn ‘Ash,namun sekelompok pengikut Ali tidak menyetujui keputusan tersebut dan memilih keluar dari barisan Ali.Karena mereka menganggap hal itu tidak adil buat mereka yang hampir saja meraih kemenangan,dan mereka beranggapan pula bahwa hukum hanya ada ditangan Allah swt.
Selanjutnya mereka berkumpul didaerah dekat al-Madain,khalifah Ali senantiasa mengutus pasukan untuk menemui mereka untuk kembali bergabung namun mereka tetap kukuh menolak keputusan tersebut.Lain waktu sikap khawarij semakin kejam saja,bahwasannya barangsiapa yang tidak sependapat dengan aqidah mereka(khawarij) adalah kafir,dan darahnya adalah halal (halal dibunuh).Mendengar hal tersebut khalifah Ali langsung mengutus pasukan untuk memerangi mereka,akhirnya mereka berhasil ditumpas didaerah Nahrawan beserta para gembong mereka seperti Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi, Zaid bin Hishn At-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair As-Sa’di.
Sisa dari pengikut khawarij dari peperangan adalah yang melatarbelakangi terbunuhnya Ali,yaitu Abdurrahman bin Muljim.Hal ini adalah dilandasakan karena rasa balas dendam akan perilaku pasukan Ali.
Madzhab Aliran Khawarij
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata madzhab mereka adalah tidak berpegang dengan As Sunnah wal Jamaah, tidak mentaati pemimpin (pemerintah kaum muslimin) berkeyakinan bahwa memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin merupakan bagian dari agama. Hal ini menyelisihi apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar senantiasa mentaati pemerintah (dalam hal yang ma’ruf/ yang tidak bertentangan dengan syariat), dan menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:

“Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin) di antara kalian.” (An-Nisa:59)

Allah swt dan Nabi-Nya menjadikan ketaatan kepada pemimpin sebagai bagian dari agama.Mereka (Khawarij) menyatakan bahwa pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) telah kafir, tidak diampuni dosa-dosanya, kekal di neraka. Dan ini bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam Kitabullah (Al Qur’an). (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31-33)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Mereka berkeyakinan atas kafirnya ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu dan orang-orang yang bersamanya. Mereka juga berkeyakinan sahnya kepemimpinan ‘Ali (sebelum kemudian dikafirkan oleh mereka) dan kafirnya orang-orang yang memerangi ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dari Ahlul Jamal.”4 (Fathul Bari,12/296)

Al-Hafidz rahimahullah juga berkata: “Kemudian mereka berpendapat bahwa siapa saja yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka, maka ia kafir, halal darah, harta dan keluarganya.”(Fathul Bari, 12/297).

0 komentar:

Posting Komentar