Sistem Pemerintahan dan tata negara kelompok Khawarij
Pada awal kemunculannya, aliran khawarij
memang didasari pada urusan politis yang mengarah kepada urusan teologis. Para
pengikut aliran khawarij beraal dari suku pedalaman badui yang memiliki
karakteristik keras dan berpikiran dangkal. Cara bepolitik kaum khawarij lebih
mengutamakan demokratis dan tanpa diskriminasi ras, suku, asalkan sesama muslim
dari kelompok mereka. Dalam di dalam tata negara mereka mempunyai paham yang berlawanan dengan paham
yang ada pada saat itu. Mereka lebih bersifat demokratis, sebab menurut mereka
khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Yang
berhak menjadi khalifah bukan orang Quraisy dan bukan hanya orang Arab, tetapi
siapa saja yang sanggup asal orang Islam, sekalipun ia adalah seorang hamba
sahaya.[1] pandangan politik terutama
pemilihan kepala negara atau khalifah, mereka memiliki syarat-syarat sebagai
berikut;
·
Pertama,
pengangkatan khalifah akan sah hanya jika berdasarkan pemilihan yang benar –
benar bebas serta demokratis dan dilakukan oleh semua umat Islam tanpa
diskriminasi. Masa jabatan khalifah tidak ditentukan berapa lama, asalkan
khalifah tersebut masih adil, memimpin sesuai syariat, maka dapat terus
memimpin. Jika dikemudian hari khalifah tersebut mrnyimpang dari aturan ,maka
hukumannya sanhgat berat bahakan bisa dibunuh.
·
Kedua, jabatan
khalifah bukan semata-mata diwariskan oleh satu suku,yaitu suku quraisy, bukan
pula hanya untuk bangsa non-arab saja,melainkan semua bangsa memiliki hak yang
sama asalkan ia cakap dan mempunyai syarat sebagai khalifah. Khawarij bahkan
mengutamakan non-Quraisy untuk memegang jabatan khalifah. Alasannya, apabila
seorang khalifah melakukan penyelewengan dan melanggar syari’at akan mudah
untuk dijatuhkan tanpa ada fanatisme yang akan mempertahankannya atau keturunan
keluarga yang akan mewariskannya.
·
Ketiga, yang
berasal dari aliran Najdah, pengangkatan khalifah tidak diperlukan jika
masyarakat dapat menyelesaikan masalah – masalah mereka. Jadi pengangkatan
seorang imam menurut mereka bukanlah suatu kewajiban berdasarkan syara’, tetapi
hanya bersift kebolehan. Kalau pun pengangkatan itu menjadi wajib, maka
kewajiban berdasarkan kemaslahatan dan kebutuhan.
·
Keempat, orang yang
berdosa adalah kafir.Mereka tidak membedakan antara satu dosa dengan dosa yang
lain, bahkan kesalahan dalam berpendapan merupakan dosa, jika pendapat itu
bertentangan dengan kebenaran.Hal ini mereka lakukan dalam mengkafirkan Ali dan
Thalhah, al – Zubair, dan para tokoh sahabat lainnya, yang jelas tentu semua
itu berpendapat yang tidak sesuai dengan pendapat khawarij.
Dari keterangan diatas, menurut mereka siapa saja
berhak menduuki jabatan khalifah bahkan mereka mengutamakan orang selain dari
non-Arab. Dan dari pemikiran diatas, pengikut khawarij berpandangan
pengangkatan khalifah dan pembentukan negara adalah masalah kemaslahatan
manusia saja, mereka tidak menganggap kepala negara sebagi seorang yang sempurna,
Iqbal menjelaskan bahwasanya Khawarij menggunakan mekanisme syura untuk
mengontrol pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan, hal ini menujukkan
kedemokrasian kelompok ini.
0 komentar:
Posting Komentar